Ustadzah Niar

PPDB Al Bina Islamic School 25-26

Ustadzah Niar

Assalamualaikum, Ayah Bunda saya dengan ustadzah Niar dari sekolah Al Bina Islamic School Pangkalpinang. Ada yang bisa kami bantu?

2:53

messenger_opener

Di Balik Papan Tulis

Di sebuah desa yang terletak jauh dari keramaian kota, ada sebuah sekolah dasar yang sederhana namun penuh dengan kenangan. Sekolah itu hanya memiliki dua ruang kelas, satu untuk kelas satu hingga kelas tiga, dan satu lagi untuk kelas empat hingga enam. Meski begitu, sekolah ini tetap menjadi harapan bagi anak-anak desa yang ingin mengenyam pendidikan.
Di antara para guru yang mengajar di sana, ada satu sosok yang selalu dikenang oleh para muridnya, yaitu Pak Budi. Pak Budi adalah guru yang sudah mengajar di sekolah tersebut selama lebih dari dua puluh tahun. Usianya sudah mencapai lima puluh tahun, tetapi semangatnya untuk mengajar tetap menyala. Meskipun penghasilannya tak sebesar guru-guru di kota, Pak Budi selalu bersyukur bisa mengabdikan diri untuk mendidik anak-anak desa.
Pak Budi mengajar di kelas lima, di mana murid-muridnya beragam latar belakang dan kondisi sosialnya. Beberapa anak datang dari keluarga miskin yang hanya bisa mengandalkan pertanian atau pekerjaan kasar lainnya. Ada juga yang berasal dari keluarga yang lebih mapan, namun mereka tetap tinggal di desa karena ingin dekat dengan alam. Meskipun begitu, Pak Budi selalu menganggap semua muridnya sebagai anak yang berpotensi besar.
Namun, ada satu murid yang selalu menarik perhatian Pak Budi, yaitu Dika. Dika adalah seorang anak yang pintar, namun memiliki sikap yang tertutup dan sering kali tampak melamun di kelas. Dika berasal dari keluarga yang kurang mampu. Ayahnya, Pak Arif, bekerja sebagai buruh tani, sementara ibunya, Bu Siti, berjualan sayur keliling. Dika adalah anak kedua dari tiga bersaudara, dan meskipun ia sangat cerdas, ia selalu tampak tidak bersemangat dalam mengikuti pelajaran.
Setiap kali Pak Budi menjelaskan pelajaran, Dika hanya duduk di kursinya, memandang keluar jendela tanpa terlalu memperhatikan. Ini membuat Pak Budi mulai merasa khawatir. Ia tahu bahwa Dika memiliki potensi yang besar, namun ada sesuatu yang menghalangi semangat belajarnya. Ia merasa bahwa masalah ini tidak bisa hanya diselesaikan dengan memberikan pelajaran di kelas.
Suatu hari, setelah pelajaran selesai, Pak Budi memutuskan untuk berbicara dengan Dika. Ia memanggilnya untuk tetap tinggal di kelas sebentar.
“Dika, bolehkah Pak Budi bicara denganmu?” tanya Pak Budi sambil duduk di samping meja Dika.

Dika menunduk, seakan enggan berbicara, namun akhirnya ia mengangguk pelan. “Ada apa, Pak Budi?” jawab Dika dengan suara rendah.
Pak Budi mencoba membuka pembicaraan dengan lembut. “Dika, Pak Budi melihat kamu sering tampak tidak semangat di kelas. Apakah ada yang membuatmu khawatir atau merasa terbebani?”
Dika terdiam sejenak, kemudian ia mengangkat wajahnya dan berkata, “Pak Budi, saya merasa capek. Setiap hari saya harus membantu orang tua di ladang dan berjualan. Kadang-kadang saya merasa tidak punya waktu untuk belajar. Teman-teman saya di sekolah bisa fokus belajar, sementara saya malah merasa tertinggal.”
Pak Budi menatap Dika dengan penuh pengertian. Ia tahu bahwa kehidupan di desa memang tidak mudah, dan seringkali anak-anak harus bekerja keras untuk membantu orang tua mereka. Namun, Pak Budi juga tahu bahwa pendidikan adalah jalan keluar dari kemiskinan, dan Dika memiliki potensi yang luar biasa.
“Dika,” kata Pak Budi dengan penuh kasih, “Pak Budi tahu kamu bekerja keras di rumah, dan itu adalah hal yang baik. Tapi jangan lupakan pendidikanmu. Kamu bisa bekerja keras dan tetap belajar, asal kamu pandai mengatur waktu. Pendidikanmu akan membuka banyak kesempatan di masa depan.”
Dika menundukkan kepala, tetapi Pak Budi melanjutkan, “Pak Budi tahu tidak mudah, tetapi percayalah, kamu bisa mengatasi semua ini. Setiap usaha yang kamu lakukan sekarang akan berbuah manis nanti. Dan Pak Budi akan selalu mendukungmu.” Dika terdiam, tetapi perlahan ia mengangkat wajahnya dan memberikan senyuman kecil. Untuk pertama kalinya, ia merasa ada harapan dalam dirinya. Sejak saat itu, Pak Budi mulai memberikan perhatian khusus kepada Dika. Setiap kali pelajaran selesai, Pak Budi sering mengajak Dika berbicara untuk memberikan motivasi dan membantunya mengatur waktu belajar.
Meski begitu, perjuangan Pak Budi tidak mudah. Sebagai seorang guru di desa yang terpencil, ia sering kali menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah fasilitas yang terbatas. Ruang kelas yang sempit dan hanya dilengkapi dengan papan tulis tua dan meja kayu yang lapuk sering kali membuatnya merasa kesulitan. Buku pelajaran juga sangat terbatas, dan tidak semua murid bisa mendapatkan akses ke buku yang dibutuhkan. Namun, Pak Budi tidak pernah mengeluh. Ia selalu mencari cara untuk tetap memberikan pelajaran dengan cara yang menyenangkan dan efektif.
Di luar kelas, Pak Budi juga sering mengunjungi rumah-rumah muridnya untuk mengetahui kondisi mereka lebih dekat. Setiap kali ia melihat bahwa ada masalah yang menghambat pendidikan anak-anak di desanya, Pak Budi berusaha mencari solusi. Ia mengumpulkan donasi dari teman-temannya di kota untuk membeli buku pelajaran, alat tulis, dan kebutuhan sekolah lainnya. Ia juga bekerja sama dengan kepala desa untuk memperbaiki fasilitas sekolah agar anak-anak bisa belajar dengan lebih nyaman.
Suatu hari, di tengah kesibukannya yang padat, Pak Budi mendengar kabar yang membuatnya terkejut. Dika, yang sebelumnya tampak lebih ceria dan bersemangat, tiba-tiba tidak datang ke sekolah selama beberapa hari. Pak Budi merasa khawatir dan memutuskan untuk mengunjungi rumah Dika.
Sesampainya di rumah Dika, Pak Budi melihat Bu Siti sedang duduk di teras rumah sambil mengelap wajahnya yang tampak lelah. Pak Budi mendekat dan menyapa dengan ramah.
“Selamat pagi, Bu Siti. Bagaimana kabar Dika? Kenapa ia tidak ke sekolah beberapa hari ini?” tanya Pak Budi.
Bu Siti menunduk, wajahnya tampak cemas. “Pak Budi, Dika sedang sakit. Ia kelelahan setelah beberapa hari bekerja keras di ladang. Kami tidak tahu harus bagaimana. Kami tidak bisa membawa Dika ke dokter karena biaya pengobatannya sangat mahal.”
Mendengar hal itu, Pak Budi merasa sangat tergerak. Ia tahu betul bahwa masalah kesehatan yang dialami Dika bukanlah hal yang bisa dianggap enteng. Namun, ia juga sadar bahwa jika Dika tidak segera mendapatkan perhatian medis, masalah ini bisa menjadi lebih buruk. Tanpa berpikir panjang, Pak Budi menawarkan bantuan.
“Bu Siti, saya akan membawa Dika ke dokter. Jangan khawatir, saya akan membantu biaya pengobatannya. Kita akan pastikan Dika sehat kembali.”
Dengan bantuan Pak Budi, Dika akhirnya mendapatkan pengobatan yang ia butuhkan. Setelah beberapa hari istirahat, Dika kembali ke sekolah dengan senyuman di wajahnya. Pak Budi merasa lega melihat Dika kembali sehat. Namun, perjuangan Pak Budi belum berakhir. Ia terus memberikan dukungan kepada Dika, baik dalam hal belajar maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Waktu berlalu, dan Dika semakin menunjukkan kemajuan dalam pelajaran. Ia belajar dengan giat dan semakin fokus pada pendidikan. Meskipun ia masih harus membantu orang tuanya di ladang, Dika sudah bisa mengatur waktu dengan baik antara belajar dan bekerja. Berkat dukungan Pak Budi, Dika berhasil meraih nilai terbaik di ujian akhir semester.
Suatu hari, saat upacara kelulusan, Dika berdiri di depan kelas, menerima penghargaan atas prestasinya. Ia menatap Pak Budi yang berdiri di sampingnya, tersenyum bangga. “Pak Budi, terima kasih telah membantu saya. Tanpa Bapak, saya tidak akan sampai di sini,” ujar Dika dengan mata yang berkaca-kaca.
Pak Budi hanya tersenyum dan menepuk bahu Dika. “Kamu yang telah berusaha, Dika. Saya hanya membantu sedikit. Yang penting, kamu sudah menunjukkan bahwa kamu bisa.”
Di balik papan tulis, Pak Budi merasa bangga. Perjuangannya tidak sia-sia. Mendidik anak-anak seperti Dika adalah sebuah perjalanan panjang yang penuh tantangan, tetapi juga penuh kebanggaan. Sebagai seorang guru, Pak Budi tahu bahwa meskipun perjuangan ini sulit, hasil akhirnya akan selalu membawa kebahagiaan yang tak terukur.

Footer logo

Lokasi : JlKampung Melayu, Tuatunu Indah, Gerunggang, Kota Pangkalpinang, Kep. Bangka Belitung 33123